~ Aku Perisai Bumi ~

30 April 2011 at 4:30 pm (Puisi Hati) (, , )


Aku sebatang pohon,

saksi hitam dan putih desahmu,

memandang kelam malam,

menatap siang benderang.

Aku tajuk dedaunan,

perisai kosmik bumi dalam nafasmu,

mendekap gelap malam,

merentang siang yang kerontang.

Aku hidup dan kehidupan,

mengalunkan sunyi air nadi,

membasuh nafsu dalam detak tak berkesudahan.

Aku kata dalam diam,

sebelum adam dan hawa menabur benih.

Aku pewaris bumi, dengan segudang imaji.

Aku akan menagih janji, yang selalu kau ingkari,

dengan bencana dan kematian yang mengerikan.

Aku sebatang pohon perisai kosmik

dengan segudang imaji yang mematikan,

bagi hati yang sepi dari desah Illahi.


~ Kembaratani ~

Permalink Tinggalkan sebuah Komentar

Menghimpun Embun, Menadah Hujan …

16 Agustus 2008 at 7:39 pm (Puisi Hati) (, , , , , )


dari Merpati kepada Garuda

Garuda, …

Tunas-tunas muda itu tengah siap mekar dan sebagian menjalar ke kota-kota.  Akar mereka tetap di sawah dan ladang, dimana batang pohon induknya tertanam, meski tak dapat lagi tegak menantang alam.

Hampir tak ada peneduh dari rimbunnya dedaunan.

Mencoba menghimpun embun dan menadah hujan penuh harapan.

Bukan untuk membuat telaga, tapi sekedar menghilangkan dahaga jiwa.

Garuda, …

Ibu Pertiwi masih saja sabar menanti Si Kelik kembali,

meski nyiur tak mampu lagi melambaikan daunnya,

dan semilir angin pun tak dapat lagi menyampaikan harapannya.

Ibu Pertiwi masih saja mengembangkan kedua tangannya,

meski tak ada lagi sosok tegap dan kekar berlari menghampiri,

dan dekapan pun tak berbalas kerinduan.

Entah sampai kapan …

Permalink 1 Komentar

Kinanti Hutan Jati

16 Agustus 2008 at 7:32 pm (Puisi Hati) (, , , , , , , , , , , , , , , , , , )


dari Merpati kepada Garuda

Garuda,…

Kinanti di tepi hutan jati mengalun lirih mengukir hati,

dendang kearifan membasuh luka lama dengan rasa,

menabur benih harapan, menanam pagar kesejahteraan

ditepian batas hutan.

Garuda,…

Kepakan sayapmu dan hinggaplah di batas hutan Jawa,

dimana rentang benang kusut masai tengah terurai,

dimana sejuta tangan lemah terkulai merenda perubahan,

agar luka tak semakin menganga,

agar kekhilafan tak lagi terulang dan berulang-ulang.

Garuda,…

Meski sedikit yang ku saksikan dari bukti ketulusan untuk berbagi,

Ternyata, bukan sekedar alat menggapai mimpi hutan lestari,

atau angan-angan menuai kesejahteraan di batas hutan,

tapi satu keyakinan yang mengiringi langkah anak negeri,

membangun kemandirian bangsa.

Sebuah pembaharuan tengah bergulir di sepanjang batas hutan,

Meretas jalan menuju desa maju, mandiri dan sejahtera.

Semoga.

Permalink Tinggalkan sebuah Komentar

Mutiara itu masih saja terpendam …

16 Agustus 2008 at 7:28 pm (Ada Petani di Malioboro, Puisi Hati) (, , , , , , , , , , )


Garuda, …

Aku melihat sunyi menari-nari di hatinya.

Ada kerinduan yang dalam bergelayut di jiwanya.

Ada harapan untuk membasuh rindu itu,

dan mengusir sunyi yang merayapi tepi-tepi pematang.

Tapi, …..

pada siapa tangan dilambaikan,

nada didendangkan dan suara diserukan.

Sederet tanya yang hanya mampu mereka jawab

dengan paduan bunyi palu dan pahatan beradu dengan batu.

“Benarkah memahat asa tak harus di Jantung Kota ?”

Hening semakin lirih bersama angin yang menyingkap rumbia.

Garuda, …

Mutiara itu masih saja terpendam, terinjak, …..

dan bahkan terlangkahi saat mereka pergi meninggalkan desanya.

Bunyi palu dan pahat yang beradu dengan batu, …..

terdengar sayup ditelan kelengangan ladang.

Putihnya batu-batu itu tak menyilaukan mata mereka, ….

atau mungkin juga malah tak mereka lihat.

Sementara Elang di angkasa terus berputar-putar dan sesekali menyambar.

Tak ada kurungan untuk berlindung, …..

bahkan kini tak ada lagi dedaunan rimbun yang jadi pelindung.

Satu-satu hilang diterkam Elang, ….

tanpa daya dan bahkan hampir tanpa upaya.

Permalink Tinggalkan sebuah Komentar

Izinkan Aku Garuda ku …

16 Agustus 2008 at 7:25 pm (Ada Petani di Malioboro, Puisi Hati) (, , , , , , )


Dari Merpati kepada Garuda

Garuda, …

Ada kerinduan di tengah kelengangan ladang,

Ada sunyi menari-nari ditepian pematang.

Kini, anak negeri semakin jarang kembali pulang,

yang ada, malah pergi memahat di negeri seberang.

Bilakah kau kepakan sayapmu di atas tanah yang retak?

Agar kemilau mutiara kembali tampak,

Agar suara penyerumu pun tak semakin serak,

Agar jantung bumi pertiwi kembali berdetak.

Jemput aku di batas angkasa,

dimana Elang melayang menyambar-nyambar.

Bawa aku ke tepi bumi,

dimana Elang menukik mencakar-cakar.

Izinkan aku membariskan taruna,

meski dengan sebatang ranting kering,

meski dengan seutas tali pancing.

Cukup aku berbalut merah dan putih.

Cukup aku berpelindung perisai di dadamu.

Izinkan aku memulai, Kebangkitan Anak Negeri !

Permalink Tinggalkan sebuah Komentar

Rantai di Dadamu telah hilang sebelah …

16 Agustus 2008 at 7:12 pm (Ada Petani di Malioboro, Puisi Hati) (, , , , , , )


Dari Merpati Kepada Garuda

Garuda …

Rantai di dadamu telah hilang sebelah.

Gemerincingnya ku dengar di tanah yang merekah,

membatas langkah gontai di tengah sawah,

mengikat kaki petani yang terluka parah.

Bulir padi terus berguguran,

Kapas pun lepas berhamburan.

Kini Beringin tak lagi teduh menyejukan,

dan Bintang bersinar terlalu menyilaukan.

Aku masih menopang sayapmu,

dengan lidahku yang semakin kelu.

Aku pun masih membentang Pita dicengkramanmu,

dengan hatiku yang hampir beku.

Kemilau sabit menusuk jantung negeri,

dan hantaman palu meluluhkan pagar negara.

Terbanglah Garuda …. terbang …. terbang dan terus terbang,

dan jangan pernah hinggap,

sebelum selesai kupahat lengkap perisai di dadamu.

Permalink Tinggalkan sebuah Komentar

Merah dan Putih itu semakin lusuh …

16 Agustus 2008 at 7:08 pm (Ada Petani di Malioboro, Puisi Hati) (, , , , , , , )


Dari Merpati Kepada Garuda

Garuda, …

Merah dan Putih itu semakin lusuh …

Selusuh baju dan celana hitam petani pemilik negeri.

Tak terdengar lagi seruling gembala,

hanya deru mesin membelah dada.

Tak tampak lagi tubuh kekar dan gempal,

hanya tangan renta yang tertinggal.

Haruskah merah ku cerahkan dengan darah ?

atau Putih kugantikan dengan tulang belulang ?

agar Merah dan Putih itu dapat ku rajut ulang,

dan berubah tak selusuh baju dan celana hitam petani pemilik negeri.

Permalink Tinggalkan sebuah Komentar